Kamis, 29 November 2012

Untitled


Mendung.
Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, dimana matahari seharusnya sedang giat-giatnya. Mungkin hari ini Matahari sedang lelah, atau minta istirahat. Sejak pukul delapan pagi tadi, Matahari sudah bersembunyi di balik awan keabu-abuan yang gemuk.
Aku pun sedang bersembunyi di balik selimutku. Menangkis hawa dingin yang berhembus dari pendingin ruangan. Sebenarnya tidak perlu juga, sih, aku menyalakan AC. Tapi rasanya sudah menjadi kebiasaan, masuk kamar-cari remote AC-nyalakan-tidur.
Aku pun berikrar dalam hati. Akan kumatikan AC saat hujan turun nanti.
Teman dalam selimutku kali ini, handphone. Aku memang sedang tidak memainkannya—memangnya apa yang mau dimainkan, folder games ku tidak ada isinya—tapi aku sedang melakukan telepati dengan handphone ringsek yang hampir kugunakan dari SD itu. Gila memang.
Aku berteriak dalam hatiku. Mengirimkan sinyal-sinyal permohonan kepada handphone yang sedang kugenggam. “Ayo bergetarlah. Ayo..”
Tambah bodoh saja aku. Mana bisa handphone diajak berkomunikasi. Ini lagi, malah pakai telepati. Tanganku yang mulai berkeringat akhirnya melepas handphone yang sepinya melebihi kuburan tua. Kuletakkan handphone itu di perut, jidat, dada, atau anggota tubuh lain asal aku dapat merasakan getaran saat ada pesan masuk nanti. Tidak boleh ketinggalan sedetikpun.
Sudah hampir setengah jam aku menikmati keheningan dengan handphoneku tersayang ini. Yang kulakukan sejauh ini hanya membuka lock handphoneku, melihat wallpaper norak yang terpampang disitu, mendengus karena tidak ada apa-apa, lalu menguncinya lagi. Begitu terus sampai kiamat.
Aku pun menambah ikrarku. Jika turun hujan, aku akan mengirim pesan duluan. Persetan dengan gengsi. Gengsi menghambat rindu.
Oh, apakah yang aku tunggu? Kalian bertanya?
Aku sedang menunggu pesan dari calon suamiku nanti. HAHAHA apa tadi aku berkata calon suami? Pfft boro-boro, mengenalku saja tidak! Dia hanya tahu kalau ada manusia bernama Lidya Andaru. Namun dia tidak tahu kalau aku ADA. Dia tidak peduli kalau aku eksis. Tahu rupaku saja tidak. Padahal dengan kacamata kedodoranku ini, badan pendek, pipi bulat, senyum yang hangat (Boleh pede sedikit? Itu asetku satu-satunya) seharusnya aku tidak bisa dilewatkan begitu saja. Bahkan oleh calon suami—ehm, maksudku lelaki ini.
Tess! Aku menajamkan kuping. Itu suara rintik air menghantam jendela kamarku. Oh, gerimis! Sebentar lagi hujan! Aku harus mengiriminya pesan!!
Aku mengetik pesanku perlahan, seolah aku adalah pengidap tremor yang sedang kumat. Tanganku bergetar. Antara ketakutan dan rasa senang yang berlebihan. Jariku berhenti di tombol send. Tinggal beri sedikit gaya tekan, dan terkirimlah. Namun menekan satu tombol itu rasanya berat sekali. Yak, ayooooo tinggal tekan saja....cuma perlu satu detik. Aku menahan napas, memejamkan mata dan..............
TIT TIT!! TIT TIT!!
Handphoneku meraung tanpa permisi. Jantungku melesat ke kerongkongan.
Kuabaikan perang batinku tadi dengan mencari tahu siapa yang seenak udelnya telah mengganggu detik-detik bersejarahku untuk mengirim SMS kepada calon suamiku itu.
Aku terperangah di kasur, udara di dalam selimut mandadak panas, seperti di sauna. Aku melihat nama yang muncul di layar handphone. CALON SUAMIKU AKHIRNYA SMS!!
Dengan satu tarikan napas panjang, kutekan tombol open message.
“Teman-teman maaf hari ini tidak ada kegiatan panjat dinding karena sepertinya akan hujan deras. Terima kasih.”
Aku lemas.

Kulihat jendelaku. Gerimisnya sudah berhenti. Gerimis palsu. Gerimispun mempermainkanku.
Mendung palsu.
Semua palsu.

Aku pun mendorong handphoneku jauh-jauh. Nih, ambil saja buat kalian. Bawa ke puncak gunung lalu lempar sejauh mungkin. Atau bawa ke tengah laut di Pasifik sana, lalu tenggelamkan.

Aku mengambil remote AC, lalu merendahkan suhunya serendah mungkin. Kembali aku meringkuk ke dalam selimut. Menggigil dalam sedih. Pas sekali.

“Mas, saya Lidya. Nanti panjat dindingnya jam berapa? Saya mau ngomong sesuatu sama Mas.”
Saved to draft.

2 komentar:

  1. alur bertuturnya sdh pas jadi sbuah cerpen...
    om inget ada cerpen yg unik cara bertuturnya
    coba cari di internet ya, http://duniasukab.com/seno-gumira-ajidarma/
    judulnya sepotong senja untuk pacarku

    BalasHapus